Wednesday, May 4, 2011

Embun

Aku terbangun, tetes embun itu membangunkan ku dari mimpi. Padahal kalau dia tau aku mimpi apa, tidak mungkin dia setega itu membangunkanku.

Baiklah, aku akan berhenti memimpikan berlari-lari di bawah menara Eiffel lagi, iya aku tau itu hanya khayalan anak kecil bodoh. Yang harus aku lakukan adalah berjuang untuk sampai kesana, dengan menyingkirkan malas yang menempel memenuhi tubuhku.

Namaku Embun, entah mengapa mereka menamaiku demikian. Katanya aku lahir waktu pagi, waktu dimana embun-embun masih tertidur pulas di kelopak bunga dan daun.

Sama seperti embun, aku dingin, walaupun kadang aku lebih suka menamai sifatku dengan 'sejuk', aku sangat sensitif, bila ada sedikit gangguan yang menyerangku, aku akan pecah dan berurai. Terlalu mudah bagiku untuk mengeluarkan air mata, tapi aku selalu berfikir pasti ini anugrah Tuhan, yang memberiku perasaan yang sangat halus sampai teramat mudah rasanya mengeluarkan air mata.

Dan kenapa aku bisa disini?

Aku tidak tau apa nama pohon ini, yang aku tau, dia tidak pernah merasa terganggu kalau aku menangis hebat dibawahnya, dia akan diam sambil membelai-belai rambutku sampai aku tertidur.

Aku menangis lagi semalam, mungkin jika ada yang melihatku saat ini, pastilah mereka tertawa, karena mataku tampak seperti sebuah kantong yang berisikan berjuta-juta liter embun yang dikumpulkan dari seluruh pohon di hutan Indonesia. Haha.

Hatiku terluka lagi semalam, bukan ada orang jahat yang berniat melukainya, tetapi aku sendiri yang melukainya. Aku sendiri yang merobek lapisan demi lapisannya, aku suka sakitnya. Karena aku tau, ini kesalahanku, jadi biarlah aku merasakan semuanya lagi.

Tapi entah kenapa aku suka sakitnya, aku suka perasaan sakit yang menghujam dadaku perlahan. Ah, aku merasa bodoh sekali jika sudah seperti ini. Hanya inilah cara untuk bisa membantuku menghadapi kenyataan, dengan merasakan sakitnya.

Kadang untuk melupakan rasanya, aku kan berlari-lari sendiri sampai aku lelah dan terhenti untuk menangis, tetapi saat ini aku terlalu lelah untuk berlari, aku mau hadapi semuanya.

Seperti embun yang selalu siap menerima pagi dan siap jatuh apabila ada angin yang menerpanya

Bisses
Rie

No comments:

Post a Comment