Saturday, May 7, 2011

perahu

Bulan malam ini sangat bulat, kuning dan agak besar.
Belum sebesar seharusnya, jika aku beruntung aku akan kembali melihatnya menyombongkan diri dengan segala keindahan sinarnya.
Sudah lewat 2 purnama aku berada di pantai ini, sudah cukup mengenalinya, tapi tetap terasa asing. Dan sekarang purnama ke 3 akan segera datang.
Aku tidak mau menyambutnya dengan senyuman yang basah akan air mata, aku mau menyambutnya dengan senyuman lebar dan wajah berbinar sambil menyanyikan lagu-lagu indah dan gembira.

Angin di pantai ini selalu membangunkanku, membawaku kembali ke alam sadar setelah terlena dengan cahaya kuning yang bersinar.

"Perahu ini bocor" katanya padaku.

"Tidak menjadi masalah buatku," jawabku tegas.

"Tapi perahu ini tidak mungkin dinaiki lebih dari 1 orang"

"Kenapa tidak?", aku terus mempertanyakan sesuatu yang kuanggap tidak masuk akal.

"Aku harus tetap berlayar dengan perahu bocor ini, nanti air laut akan cepat memenuhi perahu ini,"

"Jika aku ikut, aku akan sangat membantumu mengeluarkan airnya dari perahu,"

Aku merasa itu adalah hal yang akan mudah dilakukan oleh 2 orang, tetapi ia tetap tidak mau aku ikut dengannya.

"Akan terasa jauh lebih ringan jika perahu ini aku bawa sendiri melewati lautan ini, tanpamu"

Dan perasaanku mendadak sedih, rasanya dingin sekali tanganku, degupan jantungku terdengar kencang di telingaku.

Tanpamu..

Kata itu terdengar sadis di telingaku, rasanya seperti teriris-iris pisau tumpul.
Rasanya bagaikan ombak yang menghantam kejam sebuah batu kerikil, tetapi batu itu hanya diam dan hanya bisa menerima hantaman ombak yang tidak kunjung usai.

"Bukan seperti yang kamu pikirkan,"

"Lalu apa??" Tangisku mulai pecah.

"Mau tidak mau, aku harus sampai ke sana dengan perahu usang ini"

"Lalu apa masalahnya dengan aku ikut bersamamu, apakah kamu akan menjemput orang lain dengan perahu buruk ini?"

"Aku benci perspektifmu dalam menilai sesuatu, berhentilah hidup dalam asumsimu sendiri"

"Lalu apa??!!!!" Teriakku.

Ia hanya diam, dan perlahan meninggalkanku.
Mataku semakin buram melihat kepergiannya, airmata ini sudah tidak tertahan.

"Aku tidak mau melihatmu lelah membantuku membuang air di perahu bocor ini, tidak tega aku melihatmu bercucuran keringat karena ini, apalagi jika kamu sampai menangis saat sudah lelah dan hilang asa. Aku tahu, kamu tidak pernah mengeluh saat perahu ini mulai bocor bahkan sampai sekarang. Tetapi aku takut, kamu tidak sanggup bila lama-lama menghadapinya. Biarlah aku sendiri yang mengerjakannya, aku sudah biasa.."

Dan ia perlahan membawa perahunya ketengah lautan.
Aku hanya terduduk diam di pinggiran pantai ini, hanya bisa tertunduk, bahuku terguncang hebat, ku keluarkan segala kekesalan dalam diriku, aku ingin dia tahu, tidak mudah bagiku membiarkannya sendirian menyebrangi laut itu.

Bahuku ditepuk, dia kembali.

"Hey, jangan ditangisi, doakan saja aku sampai dengan selamat. Aku akan baik-baik saja. Aku takut bila membawamu serta aku tidak sekuat sekarang. Tolonglah mengerti. Tinggalah di pantai ini, carilah tempat berteduh dan aman."

"Berjanjilah kamu akan kembali"

"Aku tidak tahu, bila lautan tidak cukup ganas untuk ditaklukan, aku akan kembali untukmu. Tapi, jangan tunggu aku, jika ada perahu lain yang lebih layak kamu naiki, ikutlah dengannya. Aku tidak mau egois untuk menyuruhmu menunggu sampai waktu yang tak jelas."

Ia mengecup keningku, dan bahuku berguncang semakin hebat.

Perahu bocor itu, sudah sampai di air, dan ia tidak menengok sedikitpun kebelakang.

Tidak mudah baginya mengucapkan selamat tinggal.

Karena dihatinya ia ingin kembali, aku percaya itu..

Dan saat ini sudah hampir purnama ke 3, aku masih berada di pantai ini

Menunggunya

Menunggu ia membawakan perahu yang lebih indah untukku

Dan ia akan mengajakku berlayar bersama tanpa harus lelah, karena ia berhasil menaklukkan lautan itu.

Aku ingin ia tahu, aku masih di pantai ini, tetap menunggu..

Tak peduli berapa purnama lagi,

Karena aku percaya,
Ia akan kembali dengan perahu baru untukku.


Bisses,
Rie

No comments:

Post a Comment